Oleh: Septiana Hasmita, S.Psi
Menteri Sosial Tri Rismaharini ingin membawa program Pahlawan Ekonomi (PE) di Surabaya menjadi percontohan nasional. Program PE ini digagas oleh Mensos Risma saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada 2010. Dalam program tersebut, para ibu rumah tangga dari keluarga kurang mampu diberi modal mengembangkan UMKM melalui pelatihan dan pendampingan.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mendorong 1.500 ibu keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) untuk berani mengubah nasib lewat berwirausaha. Kegiatan tersebut digelar untuk mendorong kemandirian finansial dan meningkatkan kesejahteraan KPM PKH secara bertahap. Mereka diharapkan dapat segera lulus dari program PKH dalam waktu enam bulan ke depan.
Program Pemberdayaan Perempuan (PEP) dianggap menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan jalan keluar dari kemelut masalah ekonomi bangsa. Apakah betul jika perempuan berdaya, taraf ekonomi rakyat akan naik dan rakyat akan sejahtera?
Islam dan Pemberdayaan Perempuan
Islam memandang kedudukan laki-laki dan perempuan setara dalam hal keimanan dan ketakwaan. Perempuan dan laki-laki diberikan hak dan kewajiban yang sama dalam beribadah dan meninggalkan agama Allah. Tanpa ada perbedaan dan diskriminasi. Dalam penjelasan ayat Al-qur’an pun, siapa saja perempuan atau laki-laki yang beriman dan bertakwa akan memperoleh ganjaran yang sama yaitu surga.
Islam adalah pandangan hidup yang sesuai fitrah manusia. Oleh sebab itu, maka baik laki-laki maupun perempuan diberikan hak dan kewajiban sesuai dengan fitrahnya masing-masing di ranah publik dan domestik.
Dalam hal pemberdayaan perempuan pun Islam memberikan kewajiban yang sesuai fitrah keibuan yang dimiliki perempuan. Hal ini tidak lain agak kewajiban ini tidak membebani perempuan dan perempuan dapat optimal dalam menjalankan untuk memperoleh ridha Allah swt.
Dalam Islam, perempuan disebut berdaya jika ia mampu menjalankan peran sebagai ummun wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) secara optimal dan sesuai syariat Islam, serta sebagai mitra laki-laki untuk melahirkan generasi cerdas, bertakwa, menjadi pejuang agama Islam yang terdepan.
Maka, sebuah kesalahan besar jika pemberdayaan perempuan dipandang bahwa perempuan harus mandiri secara ekonomi, tidak lagi bergantung dalam hal nafkah pada suami. Hal ini justru akan menjauhkan perempuan dari peran dan fungsinya dalam keluarga, rumah tangga, dan pendidik generasi. Apalagi dengan program PEP perempuan diarahkan agak dapat menjadi pusat ekonomi keluarga, bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Tentunya, akan semakin menjauhkan dari fitrahnya sebagai perempuan. Pergeseran perempuan dari fitrah adalah ancaman bagi kehancuran generasi.
Pemberdayaan perempuan selayaknya tidak keluar dari tujuan menjaga dan mengukuhkan ketahanan keluarga muslim. Muslimah berperan besar melahirkan generasi berkualitas pejuang dan senantiasa beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat.
Kesalahan Besar Solusi Ubah Nasib ala Kapitalisme
Kapitalisme adalah pandangan hidup yang menjadi materi sebagai tujuan hidup tertinggi. Siapa yang menguasai modal dan sumber daya, dialah yang berkuasa, sebagaimana hukum rimba.
Ukuran kesejahteraan dalam kapitalisme adalah jumlah pendapatan rakyat secara general, melalui nilai pendapat kapital negara, bukan dari individu ke individu. Ini yang kemudian menjadi masalah besar. Ada orang yang sangat kaya, ada orang yang sangat miskin. Pada faktanya, jumlah orang miskin lebih banyak daripada jumlah orang kaya. Kesenjangan ekonomi akibat penerapan kapitalisme adalah sebuah keniscayaan.
Ketika pengangguran merajalela, ekonomi terpuruk, kapitalisme menawarkan agar perempuan turut berpartisipasi mengatasi keadaan. Perempuan didorong terjun ke sektor ekonomi dan menjadi pelaku ekonomi. Bermunculanlah program-program Pemberdayaan Perempuan, seperti seperti UMKM, PEP, dsb. yang intinya pemberdayaan perempuan ala kapitalisme dianggap sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah ekonomi yang terjadi saat ini. Padahal, sumber masalahnya bukan itu. Solusi pelibatan perempuan ini malah menimbulkan masalah baru dalam kehidupan sosial.
Sejatinya sumber masalahnya ialah kapitalisme yang hanya berfokus pada tujuan materi tanpa mempertimbangkan norma-norma dan nilai-nilai agama dalam memandang kehidupan, termasuk dalam memandang kehidupan bernegara. Sumber daya alam strategis yang dimiliki Indonesia, baik dari hasil laut, pertambangan, dan hasil bumi lainnya, yang dapat memakmurkan rakyat malah diserahkan pengelolaannya pada individu, swasta, maupun asing. Misalnya saja Freeport, dijual dan dikuasai asing, bukan dikelola untuk hajat hidup rakyat.
Solusi “ubah nasib” ala kapitalisme justru menciptakan banyak masalah. Di satu sisi perempuan didorong untuk terjun ke berbagai sektor ekonomi, sebagai penggerak ekonomi rakyat. Namun di sisi lain, menimbulkan berbagai masalah pada tatanan hidup masyarakat. Salah satunya terjadi masalah keluarga, seperti perselingkuhan dan perceraian sebab peran utama perempuan dalam keluarga menjadi terganggu. Kemudian ancaman kemunduran generasi, sebab peran ibu sebagai pendidik generasi terabaikan.
Perempuan yang dituntut harus memainkan peran ganda di sektor domestik dan publik, kerap mengalami dilema. Sukses di sektor publik, tetapi tidak sedikit keluarga hancur. Penyebabnya bukan hanya masalah teknis, seperti kurang cakapnya ibu mengatur keluarga, melainkan terlebih karena kesalahan paradigma berpikir tentang keluarga. Dalam kondisi dilema ini, disematkan label “Pahlawan Ekonomi” bagi perempuan. Yang sejatinya, kondisi ini sangatlah menyedihkan.
Solusi Fundamental Masalah Ekonomi dalam Islam
Sistem ekonomi kapitalisme menciptakan kemiskinan struktural di tengah masyarakat. Kapitalisme juga memaksa perempuan terjun ke sektor ekonomi tanpa disertai kecakapan teknis manajemen rumah tangga yang baik, serta tanpa pemahaman yang benar tentang pentingnya keutuhan dan ketahanan keluarga.
Akhirnya, peran utama perempuan sebagai ummum wa rabbatul bait menjadi terabaikan. Hal inilah yang Barat inginkan, yaitu hancurnya tatanan keluarga muslim.
Padahal, kita tahu bahwa peran ibu rumah tangga sangat penting bagi tegaknya sebuah peradaban. Ia berperan mendidik anak-anaknya agar berkepribadian Islam. Islam memuliakan para ibu dan tidak memberikan beban tambahan dengan persoalan ekonomi.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, masalah-masalah baru sebagai problem ikutan akan semakin banyak. seperti, semakin miskinnya negara akibat tidak memilih pemasukan ekonomi yang tetap, mundurnya kualitas generasi akibat salah didik, hancurnya rumah tangga akibat kesalahpahaman antara suami istri sebab istri sibuk berwirausaha. Oleh karenanya, diperlukan usaha untuk mengembalikan peran ibu kepada fitrahnya. Dalam hal ini, Islam menawarkan penyelesaian yang paripurna.
Dalam pandangan ekonomi Islam, pendapatan negara diperoleh dari fai, jizyah, zakat, ghanimah, pengelolaan tanah kharaj, dan pengelolaan berbagai sumber daya alam. Hal ini berbeda dengan kapitalisme yang pendapatan utamanya bergantung pada pajak dan investasi asing. Oleh karenanya, Islam memiliki aturan yg khas mengenai pengelolaan sumber daya alam.
Dalam Islam, pengelolaan SDA adalah tanggung jawab negara. Berdasarkan sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Artinya, SDA adalah hak milik rakyat. Maka haram hukumnya menyerahkan pengelolaannya kepada individu, swasta, dan asing. Negaralah yang berkewajiban mengelolanya, dan hasilnya harus kembali pada rakyat dalam berbagai bentuk, seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dll..
Indonesia sebagai zamrud khatulistiwa yang memiliki berbagai kekayaan sumber daya alam, baik berupa hasil laut, hutan, dan tambang. Seperti, batu bara di Kalimantan, minyak bumi di Blok Cepu atau perairan Natuna, tambang emas Freeport, kelapa sawit di Sumatra dan Kalimantan, Batu bara di Kalimantan, serta di wilayah lainnya, jika hal ini dikelola dengan baik, bukan hal yang mustahil Indonesia dapat menjadi negara yang sejahtera dan tidak lagi bergantung pada utang luar negeri.
Di sisi lain, Islam juga mengatur persoalan nafkah. Islam tidak membebani perempuan dengan kewajiban nafkah. Nafkah perempuan dalam Islam dibebankan pada walinya, misalnya suami, ayah, atau siapa yang menjadi mahram perempuan itu, jika perempuan tidak memiliki wali, maka nafkahnya menjadi tanggungan negara.
Islam mewajibkan suami memberikan nafkah terbaik untuk keluarga. Seorang suami yang baik dan beriman kepada Allah Swt. akan bersungguh-sungguh bekerja untuk menafkahi keluarganya. Islam membolehkan istri bekerja di luar rumah, tetap harus tetap memegang syariat, seperti menutup aurat secara sempurna dan menjaga interaksi (pergaulan) di tengah masyarakat.
Adapun jika istri mendapatkan penghasilan dari bekerja, itu adalah hartanya dan tidak ada kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga. Jika istri memberi uang kepada keluarga atau menggunakan uang penghasilannya untuk keluarga, hal itu dinilai sedekah baginya.
Sungguh paripurna Islam mengatur kehidupan. Sudah selayaknya sebagai seorang muslim, kita menjadikan aturan Islam sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Baik dalam bingkai individu maupun urusan negara. Dengan begitu, kehidupan kita akan lebih tertata dan berkah. wa’alahu a’lam bishshawab.