Opini  

Opini: Bias Hukum, Penista Islam Selalu Berulang

Oleh : Mira Ummu Tegar (Penulis dan Aktivitas Muslimah Balikpapan)

Awal tahun ini kita kembali di suguhkan berita yang menghebohkan dunia maya, penistaan terhadap agama Islam terjadi lagi, politikus Ferdinand Hutahaean melalui akun twitternya menulis, “Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus di bela, Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya. Dia lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela.” Demikian unggahan akun Twitter @FerdinandHaean3, pada Selasa 4 Januari 2022.

Sontak saja ini menjadi viral dan ramai di sosmed, kegaduhan ini kemudian mendapat berbagai respons ditengah masyarakat terutama sekali dari kalangan toko agama dan kaum muslim pada umumnya.

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menegaskan bahwa cuitan kontroversial pegiat medsos Ferdinan Hutahaean telah menyakiti umat Islam.
“Sehingga hal ini tentu saja akan sangat menyakiti umat Islam.” Kata Anwar dalam keterangan resminya, Rabu .(5/1/2022 cnnindonesia.com)

Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad menilai apa yang dicuitkan Ferdinand merupakan kesalahan fatal dalam beragama, sebab konotasi Allahmu lemah sangat erat kaitannya dengan penghinaan agama.
“Apapun agamanya Kalau menghina Tuhan orang lain adalah salah besar, Ferdinand telah membuat kesalahan fatal” kata Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Jumat (7/1/2022 tribunnews.com)

Imam Besar Islamic Center di New York, Iman Shandi Ali ikut memberikan tanggapannya terkait cuitan Ferdinand, yang menyebut Tuhan Orang lain itu lemah sementara Tuhan yang diyakininya maha kuat.
“Membandingkan Tuhan diantara keyakinan-keyakinan manusia tidak sekedar menghina Islam.tapi semua agama, kerena agama apapun, Tuhannya tidak mau dibandingkan”, ujar Shandi Ali di Twitter, dikutip, Kamis 6 Januari 2022.
Menurut Shandi Ali, apa yang dilakukan Ferdinand adalah bentuk pemecah belah kerukunan umat beragama.(wartaekonomi.com.id)

Baca Juga  Penulis Artikel Opini Harus Berani dan Percaya Diri

Begitulah setidaknya respons kegaduhan yang dibuat Ferdinand, sehingga usai unggahan itu, tagar #TangkapFerdinand, trending di media sosial Twitter, banyak yang mengecam cuitan Ferdinand atas dugaan penistaan agama.

Sementara itu, Ferdinand sudah dilaporkan ke Kepolisian oleh Organisasi Masyarakat (ormas) Islam di Makassar, Sulawesi Selatan.
Ferdinand dilaporkan di Mapolda Sulsel dengan nomor polisi STTLP/B/14/1/2022/SPKT/Polda Sulsel per tanggal 5 Januari 2022.
“Kami sengaja melaporkan Ferdinand ini karena postingannya di duga mengandung unsur ujaran kebencian yang bermuatan SARA.” Kata Ketua Brigade Muslim Indonesia (BMI), Zulkifli, Rabu, 5 Januari 2022.

Adapun pelaporan ini mesangkakan Ferdinand atas dugaan pelanggaran pasal 45a ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2, UU 11 tahun 2008 tentang ITE dan juga pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUHP.

Meskipun Ferdinand kemudian sudah mengklarifikasi cuitannya dan memohon maaf atas kegaduhan ini, dan terakhir kemudian membuat pengakuan bahwa dirinya seorang mualaf, seharusnya tidak serta merta menjadikan proses hukumnya berhenti.

Dan Kementerian Agama (Kemenag) sendiri melalui situs resminya pada Sabtu 8 Januari 2022, menyatakan “Saya mengajak masyarakat untuk tidak buru-buru menghakimi Ferdinand, kita tidak tahu apa niat sebenarnya Ferdinand memposting tentang Allahmu ternyata lemah itu.” Kata Gus Yaqut.
“Untuk itu tunggu sampai proses hukum ini tuntas sehingga masalah menjadi jelas.” Sambung Gus Yaqut. (Pedomantanggerang.com)

Untuk kesekian kalinya penistaan terhadap Islam selalu saja berulang, mengapa demikian terjadi padahal negri ini mayoritas penduduknya beragama Islam, tahun lalu ada Joseph Paul Zhang yang mengaku Nabi ke-26 dan M. Kece yang menghina Rasulullah di kanal YouTubenya, kemudian beredarnya unggahan screenshot Joseph Suryadi di salah satu grup WhatsApp yang mengkaitkan tentang Nabi Muhammad Saw yang menikahi Aisyah di usia muda dengan terdakwa pemerkosaan 21 santriwati, Herry Wirawan.

Baca Juga  Opini: Transformasi dan Tantangan Jurnalisme di Era Digital

Inilah yang terjadi ketika Islam dan kaum muslim hidup dihabitat yang salah, bagaimana tidak sekularisme yang berlaku atas diri kaum muslim, merupakan asas/landasan kehidupan yang memisahkan aturan Allah dari kehidupan itu sendiri sementara dalam Islam, tuntunan kehidupan adalah aturan Allah SWT yaitu Islam. Lalu tidak akan mungkin sistem ini bisa menjaga Islam dari para penista. Yang ada justru sekularisme memberikan ruang bagi penista dengan dalil kebebasan.

Sekularisme yang melahirkan nilai-nilai liberal baik dalam berpendapat maupun berprilaku,
Apapun yang kita ucapkan dan tuliskan di medsos dilindungi oleh kebebasan berpendapat tadi.
Inilah yang menjadikan siapapun bebas berpendapat meskipun kemudian itu adalah hal yang sensitif terkait keyakinan beragama.
Kalaupun dikatakan kebebasan tersebut tetap memiliki batasan agar kerukunan beragama tetap tumbuh maka hal ini imajiner saja, faktanya kebencian terhadap Islam dan ajarannya semakin santer didengungkan.

Seharusnya inilah yang kemudian harus disadari kaum muslim selama mereka hidup di alam sekularisme kapitalisme maka tidak ada jaminan Islam bisa terjaga dan terlindungi.

Maka mari kita tengok bagaimana sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah dalam menjaga kaum muslim dan agamanya.
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw dikatakan “sesungguhnya seorang imam itu adalah (laksana) perisai. Dia akan menjadi perisai dimana orang akan berperang di belakangnya dan di gunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil maka dengannya dia akan akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintah yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” ( HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut penjelasan Imam Nawawi makna al-Imam Junnat[un] [imam/Khalifah itu laksana perisai] dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim “sabda Rasulullah shalallahu alayh wa sallam “al imamu junnah” yakni seperti al-sitr (pelindung), kerena Imam (Khalifah) mencegah musuh dari perbuatan mencelakai kaum muslim, dan mencegah sesama manusia (melakukan kedzaliman), memelihara kemurnian ajaran Islam, rakyat berlindung di belakangnya dan mereka tunduk dibawa kekuasaannya.”

Baca Juga  Opini: Asa Ibu kota Negara Baru Tersandera Asing

Fungsi negara dalam Islam adalah mengurusi, melayani dan menjaga/melindungi rakyatnya dari hal-hal yang dapat mendzoliminya termasuk dalam hal menjaga kemurnian dan kemulaian Islam. Maka terkait hal para penista agama, negara jelas akan bertindak tegas terhadap pelakunya baik dia muslim maupun non muslim. Sanksi diberikan akan memberi efek jera sehingga orang akan berpikir seribu kali jika ingin melakukan hal yang sama.

Lain hal nya dengan sistem kapitalisme sekuler, di sistem ini negara pasif dalam hal pelaku penista, jika ada yang melaporkan maka baru lah negara bertindak itu pun penanganannya sangat bias, coba kita lihat kasus Habib Bahar Smith, maka hukum terhadapnya begitu tegas dan sangat cepat mendapat respon dari aparat. Maka hal yang sama pun kita harap berlaku pada kasus Ferdinand.

Semoga saja kasus ini tidak seperti sebelum-sebelumnya dimana akan dilihat siapa dulu pelakunya meskipun dengan kasus yang sama atau senada. Jika pelakunya pro rezim, maka akan aman dan akan di cari dalih pembenarannya, tetapi jika tidak pro rezim, maka, dicari juga dalih untuk memperkarakannya hingga bisa ditahan.

Inilah yang kemudian menjadikan kasus pelaku penista dan pelecehan terhadap Islam selalu saja berulang, maka kembali pada habitat dan kepengurusan Islam, adalah hal yang akan meniscayakan penjagaan terhadap Islam. Wallahu a’lam.