Opini  

Opini: Ada Apa Dibalik Pengakuan Gender Non-Biner?

Oleh: Musfira, S.Pd

Setelah aksi salah satu mahasiswa baru, Muhammad Nabil yang menyatakan dirinya sebagai seorang netral gender (non-biner) viral di sosial media sejak 19/08/2022 lalu, di mana hal ini terjadi pada saat penyelenggaran Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) di Universitas Hasanuddin Makassar yang pada akhirnya memicu reaksi dari berbagai pihak.

Dalam video yang beredar di jagat sosial media berdurasi kurang dari satu menit, terlihat seorang Dosen yang disinyalir sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, MH, mengusir seorang mahasiswa sesaat setelah berdebat soal gender. NA seorang maba tersebut mengklaim dirinya sebagai seorang yang memiliki identitas gender yang tidak memihak antara laki-laki maupun perempuan.
“Tidak keduanya, di tengah-tengah. Makanya gender netral Pak,” ucap Nabil ketika ditanyai berulang kali oleh dua dosen mengenai apa sebenarnya identitas gendernya. Jawaban tersebut tak pelak membuat kedua dosen Unhas tersebut marah, kemudian meminta agar panitia mengeluarkan mahasiswa itu dari ruangan.

Semakin terbuka dan berani bersuara merupakan wujud agenda serius

Untuk diketahui bahwa, Individu dengan pilihan gender non-biner termasuk ke dalam genderqueer, seseorang yang mengeklaim dirinya memiliki gender tersebut tidak mengkhususkan diri memilih di antara laki-laki atau perempuan. Ini adalah jenis pilihan gender dari kalangan eljibitiqi yang saat ini semakin terbuka dan berani menunjukkan eksistensinya di hadapan publik.

Saat ini sudah banyak yang terpapar dengan pemahaman-pemahaman ‘nyeleneh’ seperti ini. Bahkan di belahan bumi lain secara masif sudah diajarkan dan masuk ke dalam kurikulum pendidikannya. Pada anak-anak mereka ia ajarkan bahwa alat kelamin yang ada pada diri mereka tidak merepresentasikan apakah ia laki-laki atau perempuan sebab ketika ia merasa bukan laki-laki padahal berjenis kelamin laki-laki atau merasa bukan perempuan padahal ia berjenis kelamin perempuan maka itu wajar bahkan ketika ia merasa bukan keduanya (laki-laki atau perempuan) pun sebenarnya tidak masalah.

Di negeri yang sarat akan junjungan moralitas dan etika, harusnya mudah untuk menangkal pemikiran menyimpang, namun adanya penyimpangan pemahaman semacam ini apakah terjadi secara kebetulan? tentu saja tidak, ini adalah wujud agenda serius yang tersistemasi untuk dinormalisasi di tengah-tengah masyarakat dengan cara perlahan namun pasti.

Sehingga pada suatu saat nanti tidak menutup kemungkinan ketika hal semacam ini terus dibiarkan terjadi sudah tidak mengherankan lagi dan bisa saja kita menjumpai dalam satu keluarga yang terdiri dari ibu dengan ibu atau ayah dengan ayah. Kenapa? Karena bagi mereka para pelakunya juga bagi mereka yang memperjuangkannya memang memisah-misahkan konsep itu.

Baca Juga  Opini: PP Ekonomi Kreatif Melirik, Sambut Positif Trend Fashion Week?

Bagi mereka alat kelamin, identitas gender, ekspresi gender dan orientasi seksual adalah hal yang tidak sejalan dalam artian 4 elemen tersebut masing-masing adalah suatu hal yang berbeda.

Meski mungkin saat ini kedengarannya begitu tak etis dan tentunya akan banyak kalangan yang kontra, namun hal itu bisa saja terjadi seiring dengan semakin masifnya pula penyebaran pemahaman tentang hal tersebut apalagi jika dibarengi dengan tidak adanya upaya untuk menghalau pemahaman-pemahaman semacam itu.

Mengembalikan fitrah Mahasiswa dalam kiprahnya di kampus dan Masyarakat
Mahasiswa merupakan pemuda yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan di kampuslah tempat merealisasikan pencarian rasa ingin tahu tersebut. Berbagai pergolakan pemikiran dan pemahaman yang bertebaran di kampus seperti paham sosialisme dan kapitalisme amat mudah dijumpai dan merupakan hal yang tidak tabu lagi.

Akibat dari mudahnya serangan pemikiran yang dinilai negatif menjangkiti para civitas akademik sudah seharusnya kampus menjadi tempat untuk mem-filter segala pemikiran serba permisif dan liberal tanpa batas utamanya yang menyangkut masalah orientasi seksual semacam eljibitiqi, sebab pada diri mahasiswa yang ada di kampuslah yang mestinya memberi contoh bijak kepada masyarakat luas.

Mahasiswa dalam kiprahnya sebagai seseorang yang paling terpelajar memiliki sejumlah peran yang harus dilaksanakan dengan baik. Di antara peran tersebut :

Pertama, mahasiswa dituntut untuk menjadi social control, dimana ketika merasa ada yang tidak beres dalam lingkungan kampus maupun masyarakat sudah menjadi tugas mahasiswa agar mampu mengubah keganjilan yang terjadi.

Kedua, sebagai agent of change. Mahasiswa kemudian dianggap sebagai sekelompok individu yang harus berada di barisan paling depan, ketika akan menggerakan sebuah perubahan positif. Sikap kritis pada sesuatu yang salah pada dasarnya harus dimiliki oleh mahasiswa agar mampu untuk memberikan edukasi yang baik khususnya dalam lingkungan kampus dan juga pada masyarakat luas secara umum. Tak terkecuali pada fakta penyimpangan seksual yang hari ini semakin marak terjadi.

Ketiga, Mahasiswa adalah Moral force, sebagai bagian dari masyarakat yang menjadi insan akademis, tingkat intelektual yang dimiliki oleh mahasiswa akan disejajarkan dengan tingkat moralitasnya. Olehnya mereka dituntut memiliki acuan dasar baik dalam berperilaku, bertutur kata maupun cara berpakaian dan lain sebagainya yang tentunya berhubungan dengan moral baik yang patut dijadikan teladan dalam cakupan lingkungan yang luas.

Dari sedikitnya uraian di atas tentang penggambaran bagaimana harusnya insan akademis menjalankan kiprahnya di dunia kampus dan masyarakat yang dilandasi pada fitrah mahasiswa. Maka perlu ada langkah serius dalam pengambilan kebijakan demi menekan laju perkembangan gerakan aktivis eljibitiqi di sana.

Baca Juga  MEDIA SOSIAL MENJADI WADAH KAMPANYE PEMILU 2024

Kampus sebagai wadah untuk menyaring pemikiran yang rusak

Pertama, harus ada regulasi yang berisi larangan tegas mengenai pelarangan seluruh civitas akademik untuk terlibat baik itu menjadi pelaku atau pendukung eljibitiqi. Segala sesuatu yang mengarah pada kegiatan aktivis eljibitiqi harus ditindaki dan diberi peringatan serius serta tidak adanya tindakan yang cenderung melakukan “pembiaran” dengan dalih selama hal yang dilakukan tidak mengganggu ketertiban kampus.

Kedua, di kampus perlu adanya penyediaan ruang untuk mahasiswa agar terbiasa bernalar kritis dan berpikir positif, bentuk kegiatan baik intra maupun ekstra harus menjadi wadah peningkatan level berpikir yang jelas arah dan tujuannya. Hal tersebut bertujuan untuk lebih meningkatkan progres dalam kampus maupun masyarakat.

Ketiga, Menghidupkan kegiatan-kegiatan keagamaan semisal kajian islam, rohis dan lain sebagainya dengan tidak melabeli penggeraknya teroris, radikalis atau ekstrimis. Seluruh masyarakat dunia kampus harus memahami bahwa terjadinya kasus-kasus eljibitiqi dan yang serupa dengan hal tersebut adalah bentuk dari jauhnya pemahaman seseorang terhadap agamanya. Lemahnya iman berakibat manusia dengan senang hati mudah menerobos batas-batas syari’at yang Allah Ta’alaa telah tentukan.

Langkah-langkah di atas kiranya dapat menjadi langkah konstruktif agar dapat menciptakan kontrol dalam cakupan luas, yang tentunya harus diamini oleh segenap lapisan masyarakat.

Islam Menentang Eljibitiqi

Islam sejatinya adalah agama yang berada di pihak lawan terhadap gerakan semacam eljibitiqi. Semua hak-hak para pelakunya dalam islam tidaklah diakui sebab jelas-jelas aktivitasnya secara keseluruhan telah menyalahi aturan Allah Ta’ala, Sang Pencipta alam raya. Itulah mengapa para pelakunya mendapat kecaman yang keras.

Rasulullah SAW, bersabda “Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas)

Al-Qur’an pun menyebutkan perilaku eljibitiqi yang ditujukan oleh kaum Nabi Luth. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَ تَذَرُوْنَ مَا خَلَقَ لَـكُمْ رَبُّكُمْ مِّنْ اَزْوَا جِكُمْ ۗ بَلْ اَنْـتُمْ قَوْمٌ عٰدُوْنَ
“Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu (memang) orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy-Syu’ara’ 26: Ayat 166)

Di ayat lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
اِنَّكُمْ لَـتَأْتُوْنَ الرِّجَا لَ شَهْوَةً مِّنْ دُوْنِ النِّسَآءِ ۗ بَلْ اَنْـتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُوْنَ
“Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 81)

Dalil-dalil di atas sudah cukup membuktikan betapa Allah dan Rasul-Nya sangat membenci perilaku eljibitiqi.

Sesungguhnya islam menentang pelaku eljibitiqi baik pada tataran individu, masyarakat luas hingga negara.

Secara Individu sebagai orang tua, seseorang harus memahamkan kepada anak-anaknya bahaya perilaku menyimpang lgbtq sebagaimana yang tengah terjadi pada zaman ini.

Baca Juga  Internalisasi Antikorupsi Dalam Keluarga Melalui Ibadah Kurban

Mendidik anak sesuai zaman adalah anjuran, sebab di setiap tingkat generasi akan ada pemahaman, pemahaman yang rusak dengan cara berbeda tapi tetap satu tujuan yakni, mengarahkan pada jurang kenistaan. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh salah seorang sahabat sekaligus bagian dari keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Ajarilah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian” (Ali bin Abi Thalib radiallahu anhu).

Apa maksud dari mengajarkan anak sesuai zaman?
Bahwasanya anak-anak harus dididik untuk siap menghadapi tantangan pada zamannya, itu berarti sebagai orang tua juga perlu melek terhadap fenomena yang saat ini tengah terjadi sebagai gambaran tentang zaman apa yang akan dimasuki anak-anaknya di masa selanjutnya kelak.

Pada tataran masyarakat, harus ada kontrol yang kuat bagaimana mereka harus bertindak saat ada warga yang terindikasi sebagai pendukung bahkan pelaku daripada eljibitiqi itu sendiri.

Dan bagaimana dalam tataran Negara? . Tentunya Negara sebagai pemegang andil tertinggi dalam suatu masyarakat mesti memiliki sistem yang menjanjikan solusi tepat bagi tiap permasalahan yang terjadi. Dalam hal ini, memilih penerapan ideologi islam adalah langkah jitu sebab menerapkannya secara kafah yang memiliki sistem sanksi dan peradilan super tegas akan mampu memberi efek jera pelaku dan perilaku eljibitiqi.

Memahami dengan bijak bahwa eljibitiqi adalah salah satu sumber kebinasaan

Gerakan eljibitiqi saat ini sudah begitu transparan dalam menunjukkan eksistensinya. Gerakan tersebut dengan mudah dijumpai baik di dunia nyata maupun dunia maya. Asas HAM pun yang sejatinya adalah kebebasan tanpa batas dijadikan perisai pelindung agar tetap menjaga keutuhan gerakannya.

Eljibitiqi tidak cukup jika hanya dilawan secara individu, perlu ada peran Negara yang hadir di garda terdepan agar perilaku menyimpang semacam eljibitiqi bisa diberantas tuntas.

Dalam kenyataannya eljibitiqi sudah amat jelas menyalahi fitrah manusia, sebagai manusia yang memiliki naluri melestarikan jenis (gharizah nau’) yakni seorang laki-laki menikah dengan lawan jenisnya (perempuan) untuk melanjutkan generasi.

Secara konstitusional, aturan kapitalis liberalis seperti yang ada saat ini, justru menumbuhsuburkan eljibitiqi karena konsep pemikiran dan jiwanya yang seiring sejalan, yakni menghendaki kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa adanya aturan Allah Ta’ala yang mengikat.

Dari sini, sudah selayaknya kita memahami dengan baik bahwa hanya aturan islam lah yang mampu untuk menyelematkan generasi bangsa ini dari perbuatan menyimpang eljibitiqi dan segala jenis perbuatan menyimpang lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *