Oleh: Septiana Hasmita, S.Psi
Bul ‘ala zamzam, fatu’raf. Kencingilah air zamzam, maka engkau akan terkenal. Ungkapan ini cocok dengan kelakuan Holywings baru-baru ini.
Pada Rabu (22/06/2022), Holywings mengepos promosi berbunyi, “Dicari yang punya nama Muhammad & Maria. Kita kasih Gordon’s Dry Gin atau Gordon’s Pink,” di akun media sosialnya. Sontak, postingan ini berbuntut pelaporan oleh sejumlah pihak. Tak hanya melukai umat Islam, penggunaan nama Maria juga melukai perasaan umat Nasrani.
Hal yang wajar ketika perasaan umat Islam terlukai oleh promosi ini. Sebab dalam keyakinan umat Islam, Muhammad adalah nama nabi pembawa syariat Islam, manusia termulia dan teladan mereka, sedangkan Maria atau Maryam adalah ibunda Nabi Isa as. yang juga diimani oleh umat Islam. Kemudian kedua nama ini disandingkan dengan minuman beralkohol (minol) yang dalam syariat Islam hukumnya haram meminumnya.
Meskipun Holywings telah meminta maaf kepada publik dan berjanji akan menindak tegas pihak promosi, tetapi tindakan penistaan telah terjadi. Pengakuan bahwa pihak Holywings tidak mengetahui adanya unggahan promo minol tersebut tidak begitu saja dipercaya oleh masyarakat.
Benarkah Tak Sengaja?
Dalam dunia marketing, perancangan promosi tentu melalui serangkaian proses. Hal paling awal yang biasanya dilakukan adalah menentukan target market.
Pemilihan nama Muhammad sudah jelas menunjukkan bahwa segmentasi pasar yang dituju adalah umat Islam. Muhammad sebagai nama nabi umat Islam, adalah ikon yang paling merepresentasikan seluruh umat Islam.
Padahal dalam Islam mengkonsumsi minuman beralkohol hukumnya haram, seberapapun kadar alkoholnya. Baik memabuk ataupun tidak sebab alkohol itu diharamkan karena zatnya.
Indonesia dengan beragam suku dan beberapa agama yang dianut masyarakatnya, sudah jamak bagi masyarakat Indonesia sekalipun non muslim bahwa Islam mengharamkan khamar atau minimum beralkohol bagi penganutnya.
Apakah pihak manajemen Holywings tidak tahu itu? Tentu saja mereka tahu. Namun, demi popularitas, demi menggaet pelanggan, mereka membuat kontroversi. Agar viral, agar terkenal, dan akhirnya banyak pelanggan yang datang. Sungguh, ini adalah sebuah trik marketing yang keji. Demi mendulang popularitas dan uang, agama pun diolok-olok, ditertawakan seolah menista agama itu suatu hal yang lucu.
Kebebasan Ekspresi Watak Kapitalisme
Pada era kebebasan saat ini, menistakan agama seolah sesuatu yang keren karena mencerminkan kebebasan berekspresi. Di Barat sana, menista agama bahkan seolah lambang modernitas, sedangkan agama dianggap sebagai puritan. Padangan kebebasan ini lahir dari sistem kapitalisme, yang berakidahkan sekularisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, termasuk kehidupan bernegara.
Hidup tanpa berlandaskan pada nilai dan norma agama, menjadikan masyarakat didikan kapitalisme begitu bebas bertindak. Tidak ada lagi standar, mana perbuatan yang haram, mana perbuatan yang halal. Semua boleh atas nama toleransi.
Promosi Holywings yang mengandung penistaan terhadap Islam pun dianggap sah-sah saja sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Apalagi, saat ini ada HAM yang selalu dijadikan payung perlindungan bagi para pelaku penista agama ini.
Penistaan agama berulang yang terus-menerus menimpa umat Islam sekali lagi membuktikan bahwa penegakan hukum terhadap penista tidak tegas dan memberi efek jera. Tidak heran makin banyak penista baru yang menjadikan agama (baca: Islam) sebagai konten olok-olok dan canda. Ironisnya, saat ada penghinaan terhadap Islam, umat selalu diredam dengan permintaan maaf dan diminta agar tidak terprovokasi.
Kebebasan adalah watak dasar sistem kapitalisme. Semua bebas selama dapat memberikan keuntungan materi. Bahkan, hal yang haram seperti minuman beralkohol pun boleh diperjualbelikan. Maka, jika kita berharap sistem hari ini dapat bertindak tegas dan memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera bagi penista agama, adalah hal mustahil.
Islam Tegas Pada Penista Agama
Dalam Islam, promosi Holywings sudah terkategori pelanggaran berat karena berani menyandingkan nama Nabi Muhammad saw. dan Ibunda Maryam dengan barang haram, yaitu minuman beralkohol. Perbuatan tersebut jelas haram. Pelakunya dinyatakan kafir dan tidak ada hukuman lain, selain hukuman mati atau pelakunya harus dibunuh.
Imam Al-Qadhi Iyadh menuturkan, telah menjadi kesepakatan di kalangan ulama dan para imam ahli fatwa, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibn Mundzir menyatakan, mayoritas ahli ilmu sepakat tentang sanksi bagi orang yang menghina Nabi saw. adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam Al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih, dan Imam Asy-Syafii (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428).
Imam Al-Qadhi Iyadh kembali menegaskan, tidak ada perbedaan di kalangan ulama kaum muslim tentang halalnya darah orang yang menghina Nabi saw.. Meski sebagian ada yang memvonis pelakunya sebagai orang murtad, kebanyakan ulama menyatakan pelakunya kafir.
Penghina Nabi bahkan bisa langsung dibunuh tanpa perlu diminta bertobat. Juga tidak perlu memberinya tenggang waktu tiga hari untuk kembali ke pangkuan Islam. Ini merupakan pendapat al-Qadhi Abu Fadhal, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Al-Auzai, Malik bin Anas, Abu Musab dan Ibnu Uwais, Ashba dan Abdullah bin Hakam. Bahkan Imam al-Qadhi Iyadh menyatakan ini merupakan kesepakatan para ulama (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428—430).
Bukan hanya menghukumi perbuatan penistaan agama sebagai perbuatan haram dan pelakunya harus dibunuh. Sejarah pun telah menggambarkan ketegasan Islam pada penista agama. Misalnya saja, ketika Sultan Hamid ll memimpin, beliau mengetahui akan ada pementasan drama di Inggris yang didalamnya terdapat penghinaan terhadap Nabi saw..
Kemudian Sultan Hamid ll mengultimatum kerajaan Inggris, jika tetap bersikukuh mengizinkan pementasan drama itu, maka Sultan Hamid ll akan menyatakan pada seluruh umat muslim bahwa “Inggris telah menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengorbarkan jihad akbar!”
Inggris pun ketakutan dan akhirnya pementasan drama tersebut dibatalkan. Sungguh, saat ini kita membutuhkan sosok pemimpin muslim seperti Sultan Hamid ll. Namun sosok pemimpin seperti ini hanya akan hadir jika para pemimpin muslim saat ini dapat mencontohkan metode kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat.
Selain itu, sudah seharusnya para pemimpin muslim dan masyarakat memerangi peredaran minuman beralkohol, selain diharamkan, telah banyak bukti minuman beralkohol memang penyebab berbagai masalah dan tindakan kriminal.
Minol dan sejenisnya juga dapat merusak generasi dan kehidupan bermasyarakat maka sudah sewajarnya aktivitas Holywings dan segala bentuk kemaksiatan dihentikan.
Dalam sistem kapitalisme memang sulit meredam kemaksiatan. Tetapi jika masyarakat mau mengambil Islam sebagai aturan kehidupan, memberantas kemaksiatan adalah hal yang mudah dengan izin Allah. Wa’alahu a’lam bishshawab.