POINSEMBILAN.COM-MAJENE, Kota Tua, Assamalewuang merupakan beberapa sebutan yang sangat sering didengarkan dan disematkan untuk Kabupaten Majene. Namun secara legalitas hukum dan tampilan pada logo Majene saat ini belum mengakomodir semboyan yang menggambarkan Majene secara umum.
Faktanya lagi dari enam Kabupaten di Sulbar, hanya Kabupaten Majene yang tidak memiliki semboyan pada logo daerah. Hal tersebut menjadi pembahasan pada rapat koordinasi Anggota DPRD Sulbar bersama Pemerintah Kabupaten Majene sekaligus mendengarkan paparan dan makna Filosofis serta semboyan Kabupaten Majene oleh Anggota TBUP3D yang juga Budayawan Mandar Darmansyah.
Kegiatan yang berlangsung Selasa 4 Januari 2022 di ruang pola Kantor Bupati Majene bertujuan untuk berkomunikasi dan menjaring masukan dari Pemda Majene.
Darmansyah mengatakan, selain tidak memiliki semboyan, pada logo Majene saat ini banyak makna yang tidak lagi sesuai dengan relevan lagi dengan realitasnya. Ia mencontohkan pada gambar daun kelapa yang berwarna hijau berjumlah 20 lembar memberi makna bahwa Majene terdiri dari 20 Desa pada tahun 1979. Warna kuning adalah mayang kelapa (burewe) berjumlah 126 biji melambangkan Majene terdiri dari 126 kampung.
Tidak hanya itu, empat kotak pada lambang depan berwarna merah, putih, hijau dan biru menandakan bahwa 4 Kecamatan. “Dekarang banyak makna tidak sesuai lagi, Majene dulu hanya 20 Desa tapi sekarang sudah 82 Desa Kecamatan juga sudah delapan,” papar Darmansyah.
Anggota DPRD Sulawesi Barat Kalma Katta berharap melalui pemaparan tersebut, Pemda Majene segera dapat menindak lanjuti, agar tercipta kesepahaman bersama. “Coba lihat logo daerah lain di Sulbar, semua memiliki semboyan, cuman Majene yang tidak ada ini yang perlu kita identifikasi, dan harus jadi perhatian untuk kita semua,” jelas Mantan Bupati Majene dua periode tersebut.
Wakil Bupati Majene Arismunandar mengatakan patut memberi apresiasi kepada para budayawan Mandar Majene yang telah memberi pencerahan, berupa kata semangat atau bijak yang nantinya dapat diperkenalkan kepada masyarakat dengan memperhatikan landasan filosofis sejarah, adat istiadat dan budaya mandar yang tidak bisa di tinggalkan, lalu dimasukkan dalam lambang Kabupaten Majene. “Perlu memberikan penekanan kata penyemangat, kata bijak atau memiliki makna filosofis sehingga bisa menjadi trademark dalam memperkenalkan Majene di mata dunia,” ucapnya.
Senada dengan Wabup, Sekda Majene Ardiansyah mengatakan selain gagasan dari seluruh pihak yang mengerti tentang kesejarahan Mandar, makna yang terkandung sebaiknya memiliki spirit baru khususnya dalam mengakselerasi visi misi bupati Majene yaitu Majene Unggul, Mandiri dan Religius.
Sementara itu “Assamalewuang” menjadi usulan semboyan Majene. Selain pertimbangan sejarah, secara filosofi, Assmalewuang bermakna pengambilan keputusan, baik pemerintah daerah, partai politik, organisasi sosial kemasyarakatan yang didasari kebersamaan yang dijiwai nilai agama, budaya dan bertekad untuk mewujukan keselamatan masyarakat.
Untuk logo Majene, diusulkan mengubah komposisi penempatan kotak. Awalnya hanya empat namun pada usulan logo baru menjadi lima dengan menyertakan bendera merah putih secara vertikal, kemudian di bagian bawah tetap kotak berwarna biru (makna laut) dan kotak hijau (daratan). Kemudian dari sisi jumlah daun kelapa juga sesuaikan dan di bagian bawah yang awalnya bertuliskan Majene pada pita kemudian di sematkan kata Assamalewuang pada usulan logo baru.
Hadir dalam kesempatan tersebut Saggaf Katta selaku akademisi, Staf Ahli, Asisten Setda, para pimpinan OPD, para Kabag Setda dan Anggota TBUP3D Mustar Lazim. (ril)